Wednesday 7 October 2015

Serangan Udara Rusia Hancurkan Depot Senjata ISIS

Damaskus – Komandan kelompok pemberontak didikan Amerika Serikat di Suriah, Rabu (7/10), mengaku serangan udara Rusia menghancurkan depot senjata utama milik mereka dalam ekspansi gempuran Kremlin terhadap musuh-musuh Presiden Bashar al-Assad.

Liwa Suqour al-Jabal, kelompok militan Suriah lainnya yang dilatih CIA di Arab Saudi dan Qatar, juga dibombardir pekan lalu oleh jet Rusia seiring dimulainya kampanye udara oleh Moskow mendukung untuk Damaskus.

Dilansir dari Reuters, gempuran terbaru ini menargetkan depot senjata utama di provinsi barat Aleppo yang hancur seluruhnya Selasa kemarin, kata Komandan Hassan Haj Ali pada Rabu via layanan pesan internet.

“Depot ini yang utama bagi Liwa,” katanya dalam sebuah rekaman suara.

Liwa Suqour al-Jabal beroperasi di area barat dan utara Suriah. Rusia mengaku serangan mereka fokus pada ISIS, namun di wilayah itu dilaporkan tidak ada markas ISIS.

Liwa merupakan satu dari sejumlah kelompok pemberontak moderat Suriah yang dianggap mumpuni oleh Amerika Serikat untuk diberi pelatihan sebagai bagian dari program “rahasia” CIA. Program itu dirancang Pentagon untuk membekali Suriah demi memberantas ISIS.

Kelompok tersebut disuplai Amerika Serikat dengan rudal-rudal antitank, yang telah memberi dampak signifikan di medan perang.

Mereka juga masih berjuang melawan upaya ISIS untuk menguasai utara Aleppo, dekat perbatasan Turki. Haj Ali mengatakan, ISIS juga telah menyerang mereka Selasa kemarin dengan menempatkan bom mobil di salah satu pangkalan mereka.

Irak Minta Bantuan Rusia

Irak kemungkinan akan meminta bantuan pasukan serangan udara Rusia untuk menggempur ISIS di wilayahnya.

“Kami mungkin meminta Rusia untuk melancarkan serangan udara di Suriah secepatnya. Saya pikir, dalam beberapa hari atau pekan ke depan, Irak akan meminta Rusia untuk melancarkan serangan udara dan itu tergantung pada kesuksesan mereka di Suriah,” ujar Kepala Komite Pertahanan dan Keamanan dari parlemen Irak, Hakim al-Zamili.

Dalam wawancara dengan Reuters, Rabu (7/10), Zamili juga mempertanyakan keberhasilan koalisi di bawah komando Amerika Serikat yang sejak tahun lalu telah melancarkan serangan udara menggempur ISIS di Irak dan Suriah. Menurut Zamili, koalisi tersebut tidak efektif.

“Kami ingin Rusia memiliki peran lebih besar di Irak. Ya, tentu peran yang lebih besar dari Amerika,” katanya.

Hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia memang sedang tegang. Pekan lalu, Rusia juga melancarkan serangan udara di Suriah untuk menggempur ISIS di Suriah.

AS dan Rusia memang satu visi dalam penggempuran ISIS. Namun, AS tak sependapat dengan dukungan Rusia terhadap pemerintahan Assad. Menurut AS, Assad adalah dalang dari segala masalah di Suriah.

Meskipun sempat berkoordinasi agar tak terjadi bentrokan di udara, hubungan AS dan Suriah terus tegang. AS dan negara sekutunya menuding serangan udara Rusia bukan menghancurkan pangkalan ISIS, melainkan kamp pelatihan pasukan pemberontak Suriah. Kelompok tersebut dilatih oleh AS untuk melawan ISIS.

Diberitakan Reuters, pemberitaan mengenai serangan Rusia terhadap pemberontak Suriah anti rezim Assad inilah yang menyebabkan Irak berpikir bahwa Rusia dapat menjadi rekan efektif untuk membasmi ISIS.

Irak merupakan negara yang mayoritas penduduknya Sunni, tapi kursi pemerintahan sebagian besar dikuasai oleh kaum Syiah.

CNN Indonesia

Comments
0 Comments

0 komentar

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan santun. Terima kasih atas kunjungannya. Semoga bermanfaat!